Anak Mujahid [Cerpen]
DIRIKU terbelengu di atas pasir panas bekas terjangan
roket yang menjadi santapan hariku. Mataku terbendung air mata melihat cucuran
darah yang mengalir di hadapanku. Mereka memenjarakanku, mereka menyiksaku.
Tiada hentinya mereka menistakan kami, mereka menodongkan senjata di atas
kepala teman-temanku. Mereka menghancurkan rumah keluargaku, mereka
menebarkan ketakutan dan angkara murka, mereka meng-isolasi dan mengadili
diriku dengan ‘pengadilan’ mereka. Mereka membunuh orang tua temanku bahkan
mereka merasa puas setelah temanku yatim piatu.
Namun diriku tidak tinggal diam, Aku tidur dibalik jeruji mereka
dengan semangat jihadku. Ku coba melawan dan kabur, namun mereka mengejar dan
menangkapku. Jam 2 tengah malam, datang kepadaku seorang lelaki berbaju putih
membawaku keluar dari jeruji itu. Aku tidak tidak tahu siapa dia, mukanya
tertutup kain. Aku dibawa bersembunyi di bawah tanah.
“Siapa kau?” Tanya diriku.
“Tenang saja nak, kamu berada di tempat yang aman” Jawab lelaki itu.
“Apa kau seorang mujahid?” Balasku sambil memegang tangannya
“Insyaallah nak” Katanya dan meninggalkanku
Kemudian aku beranjak keluar mencari lelaki itu, namun yang
kulihat lagi-lagi ledakan dan rentetan senjata tepat di depan bola mataku. Aku
bertiarap dibalik sebuah gedung tua yang hampir hancur karena ledakan.Aku
melihat lelaki yang menolongku tadi mati dengan syahid dibalik sebuah batu
besar dekat gedung tua itu. Aku mendekat secara perlahan dan membuka kain yang
menutupi wajahnya. Tak kusangka ayahku telah mati syahid di hadapanku dengan
senyuman. Aku menangis haru melihat ayahku yang syahid.
Bunyi senjata mereka membuatku kaget dan meninggalkan ayahku.
Kuambil semua senjata ayahku untuk amunisi. Aku bersembunyi kembali tempat
dimana ayahku menyimpanku. Fajar yang mulai datang membuatku keluar
dari persembunyianku. Aku berlari sepanjang waktu mencari pertolongan. Kutanam
sebuah ranjau di tengah pelarianku, kemudian kulihat sebuah helikopter yang
menurunkan sejumlah besar pasukan serta tank-tank beriringan di jalan tempatku
berlari. Kemudian saya memutuskan untuk bersembunyi karena aku
mengira ranjau itu tidak akan bekerja optimal karena kekuatan mereka yang
besar. Akan tetapi sebelum saya beranjak di lokasi, saya medengar teriakan
“Tetaplah di tempat, maka Allah menjagamu” teriakan itu berulang sampai tiga
kali.
Aku mencari asal suara tadi namun tidak dapat kutemukan. Akhirnya
aku tetap berada di lokasi sembari berteriak Allahuakbar sebanyak-banyaknya.
Ajaib, ranjau yang kupasang tadi meledak secara dahsyat dan
melululantahkan serdadu mereka.
Setelah itu aku pergi di sebuah perkampungan rumah susun dan
bertemu sekelompok orang yang menangis. “Mengapa kalian menangis?” Tanyaku
kepada mereka. “Kami menangis bukan karena khawatir dengan keadaan diri kami
atau takut dari musuh, akan tetapi kami menangis karena bukan kami yang
bertempur. Disana ada kelompok lain yang bertempur dan memporak-porandakan
musuh dan kami tidak tahu dari mana mereka datang.” Jawab salah satu dari
mereka
Kemudian kucari kelompok itu, namun tidak kutemukan mereka. Lelah
rasanya diriku mencari mereka, saya beristirahat di bawah sebuah pohon yang
dimana pohon itu merupakan satu-satunya pohon yang berada di daerah itu. Hanya
sebentar aku bersandar di pohon itu, sebuah tank besar datang kepadaku. Dengan
dentaman senjata tank mereka yang hampir saja menghancurkanku. Aku kini hanya
mempunyai satu kaki, peluru mereka membuat kakiku hancur. Aku merangkak jauh
menuju sebuah bangunan yang rusak untuk berlindung, namun mereka menemukanku.
Mereka menusuk perutku dengan pisau yang tajam. Mereka mengikatku di sebuah
tiang kemudian menyiksaku. Mereka mengubur badanku dan hanya kepalaku yang
nampak ke langit. Kemudian mereka hendak menginjak kepalaku dengan
tank mereka. Sekitar 10 meter dariku mereka telah menaiki tank mereka dan
mendekat kepadaku. Namun hampir saja kepalaku hancur karena mereka. Dua meter
menjelang kepalaku ternyata ada tank lain yang menabrak tank mereka.
Ternyata orang yang mengemudi tank itu adalah kelompok yang diceritakan
penduduk tadi. Namun kali ini dia sendiri, bukan berkelompok seperti yang
diceritakan penduduk tadi. Lelaki itu kemudian mendekatiku dan menolongku. Ia
menggendongku dan ingin membawaku ke tempat yang aman. Belum sampai ia
membawaku ke tempat yang aman, pasukan lain sudah datang lagi, kali ini mereka
datang tanpa tank, mereka datang dengan bergerombol dan dibekali ribuan senjata
laras panjang. Lelaki itu kemudian berlari cepat demi menyelamatkanku.
“Ayo kita lawan mereka” Kataku dengan terbata sembari memegang
tangannya. “Tidak Nak, kita harus mencari strategi untuk melawan mereka” Jawab
lelaki itu. Aku tersenyum dan menutup mata sembari di gendongnya. Tak lama
kemudian peluru tajam menembus kepala lelaki itu, aku pun terjatuh dari
gendongannya. Aku menangis sendu melihat kematiannya. Saya mencoba untuk lari,
namun kakiku yang cuma satu tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka kemudian
menembakku beberapa kali. Mereka mendekatiku dan memotong telingaku secara
sadis, mereka meninggalkanku dengan keadaan yang sekarat.
Ditengah sekaratku, aku kemudian berdoa dan memaksa diriku untuk
bersujud. “Ya Allah, Tuhan kami, segala pujian dan kebesaran milikMu. Kami
memohon dari kebesaranMu dan kekuatanMu. Ya Allah berikan kekuatan kepada para
mujahidin yang ikhlas di jalanMu. Ya Allah semoga Engkau senantiasa di sisi
mereka, bersama mereka, ya Allah berikanlah kemenangan kepada mereka, satukan
hati, pemikiran dan pandangan mereka. Ya Allah fokuskan bidikan mereka,
gabungkan kekuatan dan hujah-hujah mereka, tetapkan hati dan pendirian mereka.
Ya Allah, kuasai musuh-musuh mereka, pecah belahkan kesatuan musuh-musuh
mereka, lemahkan kekuatan mereka. Ya Allah Engkau maha mengetahui keadaan kami
dan apa yang terjadi tidak ada satupun yang terlepas dari pengetahuanMu.
Ya Allah hanya kepadaMu aku mengadu kesengsaraan kami, kesedihan
dan masalah kami, hanya kepadaMu kami mengadu ketidakadilan dan kezaliman kaum
yang menindas kami, hanya kepadaMu kami mengadu kekejaman orang-orang yang
jahil,Ya Allah, zaman gelap penjajahan dan kezaliman telah berkepanjangan,
kebencian dan dendam kesumat terhadap mereka yang tidak beriman kepadaMu
sangatlah mendalam. Ya Allah, kirimkan bantuan dan pertolongan dariMu untuk
menegakkan kebenaran, agar dapat kami bangkit dari penghinaan dan fitnah ini,
agar dapat kami musnahkan musuh-musuh kami, tumpaskanlah segala sumber-sumber
ketidakadilan dan penindasan. Ya Allah, engkau sangat berkuasa terhadap mereka,
arahkan kekuatanmu untuk memusnahkan mereka. Kirimkanlah mereka angin ribut
kaum aad’, kirimkan mereka jeritan kaum thamud, kirimkan ke atas mereka badai
kaum Nuh, kirimkanlah mereka balasanmu yang datang dari langit dan keluar dari
bumi, jadikan mereka berada di bawah genggaman para hambaMu.
Ya Allah, bebaskan saudara kami yang ditawan penjajah dan
kuatkanlah mereka, teguhkan iman mereka, tangani orang-orang yang menyiksa
mereka. Jadikan rencana jahat musuh-musuh kami menjadi kehancuran mereka. Ya
Allah lindungi dan peliharalah para ulama yang bekerja keras, tetapkan
pendirian dan iman mereka yang tetap ikhlas berusaha mengajak manusia
kejalanMu. Ya Allah, berikanlah hidayah kepada saudara-saudara kami untuk
berjihad bersama kami, berikan semangat iman kepada mereka untuk membantu kami.
Ya Allah, kami butuh bantuan, kami butuh bantuan dari saudara kami yang
lainnya!” Doaku sambil meneteskan air mata. Disaat tetes air mataku habis,
roketpun datang menerjangku dan merobek badanku. "Selamat tinggal
semua" kataku terakhir kalinya.
Maros, 12 Mei 2014
Muh. Aldy Jabir

0 comments