Anak Mujahid [Cerpen]

by - Friday, May 30, 2014



DIRIKU terbelengu di atas pasir panas bekas terjangan roket yang menjadi santapan hariku. Mataku terbendung air mata melihat cucuran darah yang mengalir di hadapanku. Mereka memenjarakanku, mereka menyiksaku. Tiada hentinya mereka menistakan kami, mereka menodongkan senjata di atas kepala teman-temanku.  Mereka menghancurkan rumah keluargaku, mereka menebarkan ketakutan dan angkara murka, mereka meng-isolasi dan mengadili diriku dengan ‘pengadilan’ mereka. Mereka membunuh orang tua temanku bahkan mereka merasa puas setelah temanku yatim piatu.



Namun diriku tidak tinggal diam, Aku tidur dibalik jeruji mereka dengan semangat jihadku. Ku coba melawan dan kabur, namun mereka mengejar dan menangkapku. Jam 2 tengah malam, datang kepadaku seorang lelaki berbaju putih membawaku keluar dari jeruji itu. Aku tidak tidak tahu siapa dia, mukanya tertutup kain. Aku dibawa bersembunyi di bawah tanah.
“Siapa kau?” Tanya diriku.
“Tenang saja nak, kamu berada di tempat yang aman” Jawab lelaki itu.
“Apa kau seorang mujahid?” Balasku sambil memegang tangannya
“Insyaallah nak” Katanya dan meninggalkanku

Kemudian aku beranjak keluar mencari lelaki itu, namun yang kulihat lagi-lagi ledakan dan rentetan senjata tepat di depan bola mataku. Aku bertiarap dibalik sebuah gedung tua yang hampir hancur karena ledakan.Aku melihat lelaki yang menolongku tadi mati dengan syahid dibalik sebuah batu besar dekat gedung tua itu. Aku mendekat secara perlahan dan membuka kain yang menutupi wajahnya. Tak kusangka ayahku telah mati syahid di hadapanku dengan senyuman. Aku menangis haru melihat ayahku yang syahid.

Bunyi senjata mereka membuatku kaget dan meninggalkan ayahku. Kuambil semua senjata ayahku untuk amunisi. Aku bersembunyi kembali tempat dimana ayahku menyimpanku.  Fajar yang mulai datang membuatku keluar dari persembunyianku. Aku berlari sepanjang waktu mencari pertolongan. Kutanam sebuah ranjau di tengah pelarianku, kemudian kulihat sebuah helikopter yang menurunkan sejumlah besar pasukan serta tank-tank beriringan di jalan tempatku berlari. Kemudian  saya memutuskan untuk bersembunyi karena aku mengira ranjau itu tidak akan bekerja optimal karena kekuatan mereka yang besar. Akan tetapi sebelum saya beranjak di lokasi, saya medengar teriakan “Tetaplah di tempat, maka Allah menjagamu” teriakan itu berulang sampai tiga kali.

Aku mencari asal suara tadi namun tidak dapat kutemukan. Akhirnya aku tetap berada di lokasi sembari berteriak Allahuakbar sebanyak-banyaknya. Ajaib, ranjau yang kupasang tadi meledak secara dahsyat dan melululantahkan  serdadu mereka.
Setelah itu aku pergi di sebuah perkampungan rumah susun dan bertemu sekelompok orang yang menangis. “Mengapa kalian menangis?” Tanyaku kepada mereka. “Kami menangis bukan karena khawatir dengan keadaan diri kami atau takut dari musuh, akan tetapi kami menangis karena bukan kami yang bertempur. Disana ada kelompok lain yang bertempur dan memporak-porandakan musuh dan kami tidak tahu dari mana mereka datang.” Jawab salah satu dari mereka

Kemudian kucari kelompok itu, namun tidak kutemukan mereka. Lelah rasanya diriku mencari mereka, saya beristirahat di bawah sebuah pohon yang dimana pohon itu merupakan satu-satunya pohon yang berada di daerah itu. Hanya sebentar aku bersandar di pohon itu, sebuah tank besar datang kepadaku. Dengan dentaman senjata tank mereka yang hampir saja menghancurkanku. Aku kini hanya mempunyai satu kaki, peluru mereka membuat kakiku hancur. Aku merangkak jauh menuju sebuah bangunan yang rusak untuk berlindung, namun mereka menemukanku. Mereka menusuk perutku dengan pisau yang tajam. Mereka mengikatku di sebuah tiang kemudian menyiksaku. Mereka mengubur badanku dan hanya kepalaku yang nampak ke langit. Kemudian mereka hendak menginjak  kepalaku dengan tank mereka. Sekitar 10 meter dariku mereka telah menaiki tank mereka dan mendekat kepadaku. Namun hampir saja kepalaku hancur karena mereka. Dua meter menjelang kepalaku ternyata ada tank lain yang menabrak tank mereka.

Ternyata orang yang mengemudi tank itu adalah kelompok yang diceritakan penduduk tadi. Namun kali ini dia sendiri, bukan berkelompok seperti yang diceritakan penduduk tadi. Lelaki itu kemudian mendekatiku dan menolongku. Ia menggendongku dan ingin membawaku ke tempat yang aman. Belum sampai ia membawaku ke tempat yang aman, pasukan lain sudah datang lagi, kali ini mereka datang tanpa tank, mereka datang dengan bergerombol dan dibekali ribuan senjata laras panjang. Lelaki itu kemudian berlari cepat demi menyelamatkanku. 

“Ayo kita lawan mereka” Kataku dengan terbata sembari memegang tangannya. “Tidak Nak, kita harus mencari strategi untuk melawan mereka” Jawab lelaki itu. Aku tersenyum dan menutup mata sembari di gendongnya. Tak lama kemudian peluru tajam menembus kepala lelaki itu, aku pun terjatuh dari gendongannya. Aku menangis sendu melihat kematiannya. Saya mencoba untuk lari, namun kakiku yang cuma satu tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka kemudian menembakku beberapa kali. Mereka mendekatiku dan memotong telingaku secara sadis, mereka meninggalkanku dengan keadaan yang sekarat.

Ditengah sekaratku, aku kemudian berdoa dan memaksa diriku untuk bersujud. “Ya Allah, Tuhan kami, segala pujian dan kebesaran milikMu. Kami memohon dari kebesaranMu dan kekuatanMu. Ya Allah berikan kekuatan kepada para mujahidin yang ikhlas di jalanMu. Ya Allah semoga Engkau senantiasa di sisi mereka, bersama mereka, ya Allah berikanlah kemenangan kepada mereka, satukan hati, pemikiran dan pandangan mereka. Ya Allah fokuskan bidikan mereka, gabungkan kekuatan dan hujah-hujah mereka, tetapkan hati dan pendirian mereka. Ya Allah, kuasai musuh-musuh mereka, pecah belahkan kesatuan musuh-musuh mereka, lemahkan kekuatan mereka. Ya Allah Engkau maha mengetahui keadaan kami dan apa yang terjadi tidak ada satupun yang terlepas dari pengetahuanMu. 

Ya Allah hanya kepadaMu aku mengadu kesengsaraan kami, kesedihan dan masalah kami, hanya kepadaMu kami mengadu ketidakadilan dan kezaliman kaum yang menindas kami, hanya kepadaMu kami mengadu kekejaman orang-orang yang jahil,Ya Allah, zaman gelap penjajahan dan kezaliman telah berkepanjangan, kebencian dan dendam kesumat terhadap mereka yang tidak beriman kepadaMu sangatlah mendalam. Ya Allah, kirimkan bantuan dan pertolongan dariMu untuk menegakkan kebenaran, agar dapat kami bangkit dari penghinaan dan fitnah ini, agar dapat kami musnahkan musuh-musuh kami, tumpaskanlah segala sumber-sumber ketidakadilan dan penindasan. Ya Allah, engkau sangat berkuasa terhadap mereka, arahkan kekuatanmu untuk memusnahkan mereka. Kirimkanlah mereka angin ribut kaum aad’, kirimkan mereka jeritan kaum thamud, kirimkan ke atas mereka badai kaum Nuh, kirimkanlah mereka balasanmu yang datang dari langit dan keluar dari bumi, jadikan mereka berada di bawah genggaman para hambaMu. 


Ya Allah, bebaskan saudara kami yang ditawan penjajah dan kuatkanlah mereka, teguhkan iman mereka, tangani orang-orang yang menyiksa mereka. Jadikan rencana jahat musuh-musuh kami menjadi kehancuran mereka. Ya Allah lindungi dan peliharalah para ulama yang bekerja keras, tetapkan pendirian dan iman mereka yang tetap ikhlas berusaha mengajak manusia kejalanMu. Ya Allah, berikanlah hidayah kepada saudara-saudara kami untuk berjihad bersama kami, berikan semangat iman kepada mereka untuk membantu kami. Ya Allah, kami butuh bantuan, kami butuh bantuan dari saudara kami yang lainnya!” Doaku sambil meneteskan air mata. Disaat tetes air mataku habis, roketpun datang menerjangku dan merobek badanku. "Selamat tinggal semua" kataku terakhir kalinya.


Maros, 12 Mei 2014

Muh. Aldy Jabir

You May Also Like

0 comments